Kamis, 18 Oktober 2012

0 Perkembangan Stagnasi dan Kebangkitan Sains Islam



Awal kemunculan dan perkembangan sains di dunia Islam tidak dapat dipisahkan dari sejaraekspansi Islam itu sendiri.Dalam tempo lebih kurang 25 tahun setelah wafatnyNabi Muhammad Saw. (632 M), kaum Muslim telah berhasil menaklukkan seluruh jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yandiistilahka“pembukaan negeri-negeri‟ (futuh  al-buldan it berlangsung pesatak terbendung. Bagai diterpa gelombang tsunami, satu persatu, kerajaan demi kerajaan dan kota demi kota berhasil ditaklukkan. Maka tak sampai satu abad, pada 750 M, wilayaIslam  tela meliput hampir  seluruh  luas  jajaha Alexander  the  Grea di  Asia (Kaukasus) dan Afrika Utar(Libya, Tunisia, Aljazair, dan Marokko), mencakup Mesopotamia (Iraq), Syria, Palestina, Persia (Iran), Mesir, plus semenanjung  Iberia (Spanyol daPortugis) dan India.
Pelebaran  sayap  dakwah  Islam  ini  tentu  bukan  tanpa  konsekuensi.  Seiring dengan terjadinya konversi massal dari agama asal atau kepercayaan lokal kedalam Islam, terjadi pula penyerapan terhadap tradisi budaya dan peradaban setempat. Proses interaksi yang berlangsung alami namun intensif ini tidak lain dan tidak bukan adalah gerakan Islamisasi” (ada juga yang lebih suka menyebutnya sebagai naturalisasi, integralisasi, atau assimilasi), dimana unsur-unsur dan nilai-nilai masyarakat lokal ditampung, ditampih dan disaring dulu sebelum kemudian diserap. Hal-hal yang positif dan sejalan denga Islam dipertahankan, dilestarikan dan dikembangkan, sementara elemen-elemen yang tidak sesuai dengan kerangka dasar ajaran Islam ditolak dan dibuang.
Dalam proses interaksi tersebut, kaum Muslim pun terdorong untuk mempelajari dan  memahami  tradisi  intelektual  negeri-negeri  yang  ditaklukkannya.  Ini  dimulai dengan penerjemahan karya-karya ilmiah dari bahasa Yunani (Greek) dan Suryani (Syriac) ke dalam bahasa Arab pada zaman pemerintahan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria. Pelaksananya adalah para cendekiawan dan paderi yang juga dipercaya sebagai pegawai pemerintahan. Akselerasi terjadi setelah tahun 750 M, menyusul   berdiriny  Daulat   Abbasiyyayang   berpusa  di   Baghdad.   Khalifah al-Mamūn (w. 833 M) mendirikan sebuah pusat kajian dan perpustakaan yang dinamakan Bayt al-Hikmah. Menjelang akhir abad ke-9 Masehi, hampir seluruh korpus saintifik    Yunani    telah   berhasil    diterjemahkan,    meliputi    berbagai    bidang   ilmu pengetahuan, dari kedokteran, matematika, astronomi, fisika, hingga filsafat, astrologi dan alchemy. Muncullah orang-orang seperti Abu Bakr al-Razi (Rhazes), Jabir ibn Hayyan (Geber), al-Khawarizmi (Algorithm), Ibn Sina (Avicenna) dan masih banyak sederetan nama besar lainnyaKegemilangan itu berlangsung sekitar lima abad lamanya, ditandai dengan produktifitas  yang  tinggi  dan  orisinalitas  luar biasa.Sebagailustrasi, al-Battani (w. 929) mengoreksi dan memperbaiki sistem astronomi Ptolemy, mengamati mengkaji pergerakan matahari dan bulan, membuat kalkulasi baru, mendesain katalog bintang, merancang pembuatan  pelbagai  instrumen  observasi,  termasuk  desain  jam  matahari (sundial) dan alat ukur mural quadrant. Seperti buku-buku lainnya, karya al-Battani pun diterjemahkan ke bahasa Latin, yaitu De scientia stellarum, yang dipakai sebagai salah satu bahan rujukan oleh Kepler dan Copernicus. Kritik terhadap teori-teori Ptolemy juga telah dilontarkan oleh Ibn Rusyd (w. 1198) dan al-Bitruji (w. 1190). Dalam bidang fisika, Ibn Bajjah (w. 1138) mengantisipasi Galileo dengan kritiknya terhadap teori Aristoteles  tentang daya  gerak  dan  kecepatan.  Demikian pula dalam  bidang-bidang lainnya. Bahkan dalam hal teknologi, pada sekitar tahun 800an M di Andalusia (Spanyol),  Ibn  Firnas telah merancang pembuatan alat untuk terbang mirip dengan rekayasa yang dibuat Roger Bacon (w. 1292) dan belakangan dipopulerkan oleh Leonardo da Vinci (w. 1519). Ada   banyak    aspek   yang    menyebabkan    sains    atau   komunitas    ilmuwan berkembang, namun sekurangnya dapat dirangkum pada tiga faktor utama yang saling berkaitan: pertama, adanya suatu worldview dari masyarakatnya yang mendukung, worldview  ini  dapat  berupa  suatu  pandangan  hidup,  agama,  filosofi,  dan  lain-lain. Kedua, apresiasi dari masyarakat, yakni sikap dan penghargaan masyarakat terhadap para ilmuwan. Ketiga, adanya patronase dan dukungan dari penguasaPertama, dorongan sebuah worldview dalam kemajuan sains merupakan unsur paling penting Dalam  Islam,  worldview  ini  terpancar dari  sumber utamanya  yakni al-Quran dan Sunnah. Motif agama dalam mempelajari sains ini dapat kita temui dari pengakuan seorang ilmuwan terkemuka al-Khawarizmi:

"Agamalah yang mendorong saya menyusun karya tulis singkat dalam hal hitungan dengan memakai prinsip operasi hitung seperti penambahan dan pengurangan, yang    bermanfaat untuk pengguna aritmatika, biasa diibaratkan para pria yang terlibat dalam  persoalan benda pusaka, warisan, perkara hukum, dan  perdagangan  serta  dalam  segala kesepakatan  kerja  atau  yang  bertalian dengan pengukuran dalamnya tanah, penggalian kanal, perhitungan  geometri dan segala jenis objek dan yang ditekuninya."


Para ilmuwan muslim pada umumnya tidak pernah menjadikan harta dan jabatan sebagai tujuan untuk pencarian ilmu. Sebaliknya, harta dan jabatan adalah sarana untuk pencarian ilmu. Ibnu Rusyd, Ibn Hazm, dan Ibn Khaldun adalah ilmuwan yang berasal dari keluarga kaya. Kekayaannya tidak menghentikan mereka dalam pencarian ilmu. Sebaliknya, al-Jahid, Ibn Siddah, Ibn Baqi, al-Bajji, adalah beberapa contoh ilmuwan yang miskin, namun kemiskinan tidak menghalangi kegairahan mereka terhadap ilmu. Jadi jelas bahwa harta dan kekayaan bukan tujuan mereka, ada dan tidak adanya harta tidak mengurangi gairah mereka terhadap ilmu. Ada suatu motif yang lebih luhur dalam pencarian mereka terhadap ilmu. Sikap dan pandangan para ilmuwan Islam ini tentu lahir dari sebuah konsep tentang ilmu, lebih luas lagi dari sebuah pandangan hidup, yakni worldview Islam.
Kedua, sikap masyarakat yang menghargai ilmu dan ilmuwan sesungguhnya lahir dari masyarakat yang sadar akan pentingnya ilmu. Sekali lagi, dorongan ini pun lahir dari motif agama. Penghormatan (adab) mereka yang khas terhadap ulama” merupakan sesuatu yang unik dan sulit ditemui dalam masyarakat manapun, penghormatan yang bukan berasal dari pengkultusan individu, namun berasal dari suatu kesadaran akan mulianya ilmu dan mereka yang membawanya. Sebagacontoh ketika Imam al-Razi mendatangi Herat untuk             berceramah, seluruh penduduk kota menyambutnya dengan sangat meriah bagaikan suatu hari raya, dan masjid raya pun penuh sesak dipenuhi jama„ah yang hendak mendengarkannya (Kartanegara 1999).

Ketiga, peran dukungan atau patronase dari penguasa, misalnya berupa dana, merupakan  hal  yang  tidak  bisa  diabaikan.  Imam  Asy-Syafii dalam  ad-Diwan  pun menegaskan bahwa salah satu syarat untuk memperoleh ilmu adalah adanya harta untuk memenuhi fasilitas penuntut ilmu. Bentuk-bentuk patronase yang dialami oleh ilmuwan muslim adalah undangan untuk memberikan orasi ilmiah di istana dan didengarkan oleh para penguasa; pembangunan sarana pendidikan seperti akademi, observatorium, perpustakaan,rumasakit, madrasah, dalain-lain penyelenggaraan  event  ilmiah seperti seminar, pemberian beasiswa, pemberian  insentif  pada  karya-karya  para ilmuwan.



0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi Islami Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates